Pondokgue.com – Penyakit menular masih menjadi tantangan utama dalam sistem kesehatan masyarakat Indonesia, terutama di tingkat layanan primer.
Puskesmas sebagai garda depan memiliki peran penting dalam mendeteksi, menangani, dan mencegah penyebaran penyakit seperti tuberkulosis (TBC), HIV/AIDS, hepatitis, dan diare akut.
Dalam konteks ini, Penanggulangan Penyakit Menular di Puskesmas oleh farmasis tidak bisa dianggap remeh.
Farmasis bukan hanya pengelola obat di gudang atau apotek puskesmas—tetapi bagian integral dari tim penanggulangan penyakit menular, mulai dari perencanaan logistik, edukasi pasien, hingga monitoring kepatuhan terapi.
Mengapa Peran Farmasis Vital dalam Penanganan Penyakit Menular?
Penyakit menular sering memerlukan pengobatan jangka panjang, dosis tepat, dan pemantauan ketat. Kesalahan dalam pemberian obat, ketidakpatuhan pasien, atau ketidaktepatan logistik bisa menyebabkan:
- Resistensi obat (contoh: TB MDR)
- Kegagalan pengobatan
- Penularan berulang di komunitas
- Meningkatnya beban biaya pelayanan
Farmasis berperan untuk mencegah hal-hal tersebut melalui pendekatan klinis dan edukatif yang berbasis data.
Peran Farmasis di Puskesmas dalam Penanggulangan Penyakit Menular
Dalam praktik sehari-hari di puskesmas, farmasis tidak hanya bertugas memastikan obat tersedia. Mereka juga berperan aktif dalam berbagai tahap penanggulangan penyakit menular—dari distribusi obat hingga edukasi langsung kepada pasien.
Kolaborasi yang efektif antara farmasis, dokter, dan tenaga surveilans sangat penting agar pasien tidak hanya menerima obat, tetapi juga memahami pentingnya kepatuhan dan pencegahan penularan ulang.
Berikut ini beberapa bentuk konkret kontribusi farmasis dalam menangani kasus penyakit menular secara komprehensif di layanan primer.
1. Perencanaan dan Distribusi Obat Program
Farmasis bertanggung jawab untuk memastikan ketersediaan obat program seperti OAT (obat anti tuberkulosis), ARV (antiretroviral), dan obat malaria. Mereka juga mengatur alokasi distribusi berdasarkan kebutuhan riil pasien aktif dan antisipasi peningkatan kasus.
2. Pemantauan Kepatuhan Minum Obat
Dalam kasus TB, farmasis dapat bekerja sama dengan petugas PMO (pengawas menelan obat) untuk mencatat jadwal minum, memberikan reminder, dan mencatat efek samping. Ini juga berlaku pada pasien HIV dan hepatitis.
3. Edukasi Pasien dan Keluarga
Farmasis punya tanggung jawab untuk menjelaskan cara pakai obat, pentingnya menyelesaikan terapi, serta menginformasikan risiko menghentikan obat secara sepihak. Edukasi ini penting agar pasien lebih sadar dan terlibat dalam proses penyembuhannya.
4. Pelaporan dan Evaluasi Rutin
Farmasis menyusun laporan penggunaan obat penyakit menular, stok sediaan, dan angka kepatuhan terapi yang dibutuhkan oleh Dinas Kesehatan sebagai dasar evaluasi dan perencanaan logistik selanjutnya.
Tantangan Pelibatan Farmasis dalam Program Penyakit Menular
Meskipun peran farmasis dalam menangani penyakit menular sangat strategis, realitanya masih banyak hambatan di lapangan yang membuat kontribusi mereka belum maksimal. Beberapa tantangan tersebut antara lain:
1. Farmasis Belum Dianggap Bagian dari Tim Klinis
Di beberapa puskesmas, farmasis masih dianggap sebagai tenaga pendukung logistik yang hanya bertugas mengelola gudang dan stok obat. Mereka jarang dilibatkan dalam pertemuan tim pengelola program seperti TB, HIV, atau Hepatitis, padahal kontribusi mereka sangat dibutuhkan untuk aspek terapi dan kepatuhan pasien.
2. Kurangnya Pelatihan Khusus
Tidak semua farmasis mendapatkan pelatihan teknis dan klinis mengenai penyakit menular. Padahal, edukasi kepada pasien dengan TB atau HIV memerlukan pemahaman yang mendalam tentang regimen obat, efek samping, serta manajemen interaksi obat. Tanpa pelatihan, farmasis cenderung ragu atau pasif dalam komunikasi dengan pasien.
3. Beban Administratif yang Tinggi
Farmasis di puskesmas sering kali terjebak dalam beban kerja administratif, mulai dari pencatatan logistik, pelaporan bulanan, hingga input sistem e-Logistik. Akibatnya, waktu untuk terlibat langsung dalam pelayanan pasien dan edukasi menjadi sangat terbatas.
4. Stigma Pasien dan Keterbatasan Waktu Konseling
Pasien dengan penyakit menular seperti HIV atau TB sering kali merasa malu atau takut untuk berbicara terbuka. Farmasis perlu membangun komunikasi yang empatik, namun ini membutuhkan waktu dan tempat yang layak—dua hal yang kadang tidak tersedia di fasilitas pelayanan primer.
5. Kurangnya Regulasi atau SOP yang Tegas
Tanpa dukungan regulasi yang jelas, peran farmasis dalam program penyakit menular cenderung bergantung pada inisiatif pribadi atau kebijakan pimpinan puskesmas. Hal ini membuat keterlibatan farmasis tidak merata antarwilayah.
Strategi Meningkatkan Peran Farmasis secara Efektif
Agar peran farmasis penyakit menular bisa optimal di lapangan, dibutuhkan langkah strategis dari aspek kebijakan, pelatihan, hingga budaya kerja di fasilitas kesehatan.
1. Integrasi Farmasis ke dalam Tim Program
Farmasis harus dimasukkan secara resmi dalam struktur tim pelaksana program TB, HIV, dan penyakit menular lainnya. Peran mereka tidak hanya dalam pengelolaan logistik, tetapi juga sebagai konselor terapi, pencatat kepatuhan pasien, dan pengelola data klinis terkait pengobatan.
2. Pelatihan Klinis dan Komunikasi
Pelatihan intensif tentang regimen pengobatan, resistensi, serta teknik edukasi pasien sangat penting untuk meningkatkan rasa percaya diri farmasis. Materi pelatihan sebaiknya praktis, berbasis studi kasus, dan disesuaikan dengan situasi fasilitas primer.
3. Optimalisasi Penggunaan Teknologi
Gunakan sistem digital seperti e-TB Manager atau aplikasi monitoring HIV untuk membantu farmasis mencatat, memantau, dan mengevaluasi kepatuhan pasien. Teknologi juga bisa mempercepat pelaporan dan mengurangi beban kerja administratif manual.
4. Menciptakan Ruang Konseling yang Layak
Fasilitas layanan perlu menyediakan ruang konseling yang nyaman dan aman agar farmasis dapat melakukan edukasi dengan optimal, terutama untuk pasien yang butuh privasi tinggi seperti pasien HIV.
5. Sosialisasi Peran Farmasis ke Tim Fasilitas
Tenaga kesehatan lain seperti dokter, bidan, dan perawat perlu memahami kontribusi klinis farmasis agar terjadi sinergi. Sosialisasi bisa dilakukan melalui briefing lintas profesi, diskusi mingguan, atau mini workshop internal.
Inisiatif PAFI Kota Tangerang dalam Dukungan Penanggulangan Penyakit Menular
Organisasi seperti PAFI Kota Tangerang telah aktif mendorong keterlibatan farmasis dalam program penyakit menular. Beberapa kegiatan mereka meliputi:
- Pelatihan pemantauan kepatuhan OAT bagi farmasis
- Edukasi masyarakat bersama kader TB dan HIV
- Penyusunan modul edukasi berbasis farmasi untuk pasien rawat jalan
Informasi lengkapnya bisa kamu cek langsung di: https://pafitangerangkota.org/
Kesimpulan: Farmasis adalah Mitra Kunci dalam Mengendalikan Penyakit Menular
Peran farmasis penyakit menular bukan lagi tambahan, tapi keharusan di sistem kesehatan primer. Dengan keahlian teknis, kemampuan edukasi, dan kedekatan dengan pasien, farmasis bisa menjadi ujung tombak keberhasilan terapi dan pencegahan penularan penyakit berbahaya di masyarakat.
Leave a Comment