Pengawasan Obat Tradisional dan Suplemen: Peran Farmasis dalam Menjaga Keamanan Konsumen

Mufid

19/05/2025

5
Min Read
Pengawasan Obat Tradisional

Pondokgue.comTren penggunaan obat tradisional dan suplemen di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Masyarakat semakin percaya dengan produk berbahan alami, herbal, dan nutrisi tambahan sebagai bagian dari gaya hidup sehat.

Namun, peningkatan konsumsi ini tidak selalu dibarengi dengan pemahaman yang memadai soal keamanan, efektivitas, dan interaksi obat.

Di sinilah pentingnya pengawasan obat tradisional farmasis sebagai garda terdepan yang memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan perlindungan yang layak.

Farmasis bukan hanya bertanggung jawab atas obat medis. Mereka juga memiliki peran penting dalam mengevaluasi, mengawasi, dan mengedukasi masyarakat terkait konsumsi produk herbal dan suplemen yang kini sangat mudah diperoleh secara offline maupun online.

Mengapa Pengawasan Obat Tradisional dan Suplemen Perlu Diperkuat?

Meski berasal dari bahan alami, tidak semua produk herbal dan suplemen aman dikonsumsi. Beberapa alasan mengapa pengawasan perlu ditingkatkan antara lain:

  • Tidak semua produk terdaftar di BPOM atau memiliki izin edar resmi
  • Kandungan tidak selalu transparan, bisa mengandung zat aktif berbahaya atau bahan kimia tersembunyi
  • Berisiko menimbulkan interaksi negatif dengan obat medis yang sedang dikonsumsi pasien
  • Dipromosikan dengan klaim berlebihan atau tidak ilmiah
  • Banyak dikonsumsi secara mandiri tanpa konsultasi tenaga kesehatan

Tanpa pengawasan yang memadai, masyarakat bisa terjebak pada pola konsumsi yang berisiko terhadap kesehatan jangka panjang.

Peran Farmasis dalam Pengawasan Obat Tradisional dan Suplemen

Di tengah banjirnya produk herbal dan suplemen di pasaran, farmasis tidak bisa lagi hanya berperan pasif. Mereka harus menjadi pihak yang aktif mengedukasi, memfilter, dan memastikan bahwa setiap produk yang beredar—baik yang dijual di apotek, toko online, atau pasar bebas—memenuhi standar keamanan dan manfaat yang jelas.

Berikut ini adalah beberapa langkah strategis yang dapat diambil farmasis untuk melindungi masyarakat dari risiko penggunaan produk kesehatan yang tidak terverifikasi.

1. Memberikan Informasi yang Netral dan Berdasarkan Data

Farmasis harus menjadi sumber informasi terpercaya yang menjelaskan manfaat, risiko, dan status legal suatu produk herbal atau suplemen. Mereka harus mampu membedakan antara klaim yang benar secara ilmiah dan sekadar strategi pemasaran.

Baca Juga:   Islam di Indonesia : Fatimah Binti Maimun

2. Menanyakan Riwayat Penggunaan Suplemen saat Konseling Obat

Saat memberikan obat, farmasis sebaiknya bertanya apakah pasien sedang mengonsumsi produk herbal atau suplemen lain. Ini penting untuk menghindari interaksi yang tidak diinginkan.

3. Melaporkan Produk Ilegal atau Berbahaya ke Otoritas Terkait

Jika ditemukan produk mencurigakan atau berpotensi membahayakan, farmasis dapat melaporkan ke Dinas Kesehatan atau BPOM untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur.

4. Edukasi melalui Media Sosial dan Media Cetak Apotek

Farmasis dapat membuat konten edukatif tentang cara memilih suplemen yang benar, membaca label, hingga tanda-tanda produk tidak aman. Edukasi ini bisa disampaikan lewat poster, leaflet, atau platform digital.

5. Menolak Penjualan Produk Tidak Terdaftar

Meski mungkin menguntungkan secara bisnis, farmasis seharusnya menolak menjual produk yang tidak jelas asal-usul dan legalitasnya. Etika profesi harus diutamakan demi keamanan pasien.

Tantangan dalam Pengawasan Produk Herbal dan Suplemen

Meskipun peran farmasis sangat krusial dalam mengedukasi dan melindungi masyarakat dari risiko penggunaan produk herbal dan suplemen yang tidak aman, pengawasan di lapangan masih menghadapi banyak tantangan yang kompleks dan berlapis.

1. Luapan Produk Baru dengan Klaim Menyesatkan

Setiap minggu muncul produk baru yang diklaim bisa menyembuhkan berbagai penyakit, meningkatkan stamina, atau menurunkan berat badan secara instan.

Banyak dari klaim ini tidak berbasis bukti ilmiah dan sengaja dirancang untuk menarik perhatian konsumen awam. Farmasis sering kali kewalahan menyaring produk mana yang aman dan mana yang hanya sekadar gimik pemasaran.

2. Minimnya Regulasi Khusus untuk Suplemen dan Obat Tradisional

Meski BPOM memiliki sistem registrasi, tidak semua produk yang beredar melalui jalur formal. Banyak produk dijual lewat media sosial, marketplace, atau bahkan dititipkan di toko obat tanpa izin edar.

Celah hukum ini membuat pengawasan menjadi lemah, dan sulit untuk menindak produk yang belum terdaftar atau mengandung zat berbahaya.

3. Pengaruh Testimoni dan Trend Viral

Pasien dan konsumen lebih mudah percaya pada testimoni influencer atau video TikTok daripada saran profesional. Bahkan ketika farmasis memberikan peringatan, sering kali dianggap “mengada-ada” atau “menghalangi”. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam membangun kembali kepercayaan terhadap edukasi berbasis profesi.

Baca Juga:   [FONT] wwDigital v8.1 By iHint

4. Kurangnya Waktu Konseling di Apotek

Di apotek yang sibuk, edukasi tentang produk herbal dan suplemen sering kali tersingkir oleh antrean pelayanan resep. Padahal, penjelasan tentang keamanan dan interaksi produk non-obat sering kali justru paling dibutuhkan. Tanpa waktu yang cukup, edukasi mendalam sulit diberikan.

5. Keterbatasan Akses Informasi dan Pelatihan Farmasis

Tidak semua farmasis memiliki akses ke data valid mengenai keamanan herbal dan suplemen. Selain itu, pelatihan tentang Complementary and Alternative Medicine (CAM) masih sangat terbatas di kurikulum farmasi maupun pelatihan profesi lanjutan.

Akibatnya, kemampuan dalam menilai dan menjelaskan secara ilmiah produk-produk ini pun menjadi terbatas.

6. Tekanan Bisnis dari Distributor dan Konsumen

Beberapa distributor atau pemilik usaha menekan farmasis agar tetap menjual produk yang belum jelas keamanannya demi margin keuntungan. Di sisi lain, pasien bisa marah jika permintaannya tidak dipenuhi. Farmasis berada dalam posisi dilematis antara menjaga etika profesi dan menjaga loyalitas pelanggan.

Inisiatif PAFI Genjem dalam Penguatan Peran Pengawasan Farmasis

Organisasi seperti PAFI Genjem aktif memberikan ruang bagi farmasis untuk memperkuat kapasitas dalam hal pengawasan produk non-obat. Program mereka antara lain:

  • Pelatihan identifikasi produk herbal dan suplemen ilegal
  • Edukasi tentang regulasi BPOM dan sistem pengawasan pasar
  • Kampanye “Konsumen Cerdas Obat Herbal” bersama masyarakat
  • Pendampingan apotek dalam membangun standar penjualan produk non-obat

Selengkapnya bisa kamu lihat di: https://pafigenjem.org/

Kesimpulan: Peran Edukatif dan Preventif yang Harus Diambil Farmasis

Pengawasan obat tradisional farmasis bukan hanya pelengkap, tetapi bagian integral dari praktik farmasi modern. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar, dan farmasis adalah pilar yang menjaga keseimbangan antara kepercayaan pada produk alami dan keamanan berbasis bukti ilmiah.

Dengan edukasi yang tepat dan pengawasan yang konsisten, farmasis bisa membantu masyarakat lebih bijak dalam memilih, menggunakan, dan menilai produk kesehatan yang mereka konsumsi.

Leave a Comment

Related Post