Kolaborasi Farmasis di Layanan Primer: Strategi Sinergi untuk Pelayanan Kesehatan yang Lebih Efektif

Mufid

11/05/2025

5
Min Read
Kolaborasi Farmasis

Pondokgue.comPelayanan kesehatan primer, seperti di puskesmas dan klinik komunitas, merupakan ujung tombak sistem kesehatan nasional.

Namun agar pelayanan ini berjalan optimal, dibutuhkan sinergi lintas profesi—termasuk antara farmasis, dokter, perawat, bidan, dan tenaga promosi kesehatan.

Di sinilah pentingnya kolaborasi farmasis di layanan primer, untuk menciptakan pelayanan yang holistik, efektif, dan berorientasi pada pasien.

Farmasis tidak lagi hanya mengelola obat di gudang. Perannya kini meluas ke ranah klinis, edukatif, dan kolaboratif dalam mendukung perencanaan terapi, pemantauan, dan edukasi pasien.

Mengapa Kolaborasi Lintas Profesi Itu Penting?

Di fasilitas primer, satu pasien sering memiliki banyak kebutuhan kesehatan. Seorang ibu hamil, misalnya, bisa membutuhkan vitamin, konsultasi gizi, imunisasi, dan pengobatan infeksi.

Tanpa kerja sama yang baik antarprofesi, informasi bisa terputus, terapi tidak sinkron, dan pasien merasa kebingungan.

Kolaborasi antar tenaga kesehatan penting untuk:

  • Meningkatkan akurasi terapi dan penggunaan obat
  • Menghindari tumpang tindih peran atau informasi
  • Mempercepat rujukan dan koordinasi program kesehatan
  • Meningkatkan kepuasan dan keamanan pasien

Peran Farmasis dalam Tim Layanan Primer

Sebelum masuk ke rincian kontribusi, penting dipahami bahwa farmasis di layanan primer tidak hanya fokus pada logistik, tapi juga mendukung aspek klinis, promotif, dan preventif. Berikut beberapa bentuk kontribusinya:

1. Sebagai Konsultan Terapi Obat

Farmasis dapat memberi masukan kepada dokter terkait pilihan obat yang paling sesuai dengan kondisi pasien, terutama bila ada pertimbangan alergi, interaksi, atau efektivitas biaya.

2. Pendamping Edukasi Pasien

Setelah pasien mendapat resep, farmasis berperan menjelaskan cara pakai, efek samping, dan larangan terkait makanan atau obat lain. Ini memperkuat efektivitas pengobatan dan menghindari kesalahan minum obat.

3. Mendukung Program Nasional di Puskesmas

Dalam kegiatan seperti imunisasi, skrining penyakit tidak menular (PTM), atau program TB dan HIV, farmasis mendampingi perawat dan bidan dalam menyiapkan logistik dan edukasi, serta memantau kepatuhan pasien terhadap obat.

4. Mengelola Data Penggunaan Obat untuk Evaluasi Tim

Farmasis menyumbang data penting untuk rapat tim mutu layanan, misalnya data penggunaan antibiotik, kejadian efek samping, atau pola rujukan. Ini penting untuk evaluasi bersama.

Baca Juga:   5 Cara Powerful Membangun Email List untuk Bisnis Insurance

Tantangan dalam Kolaborasi di Layanan Primer

Kolaborasi antarprofesi di fasilitas layanan primer idealnya berjalan harmonis. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak hambatan yang membuat kolaborasi farmasis di layanan primer belum maksimal. Tantangan ini berasal dari budaya kerja, struktur organisasi, hingga kurangnya pemahaman antarprofesi.

1. Ego Profesi dan Budaya Hierarki

Masih ada pola pikir bahwa dokter atau pimpinan medis adalah penentu utama, sementara profesi lain dianggap pendukung saja. Farmasis sering tidak diajak berdiskusi dalam pengambilan keputusan terapi atau perencanaan program, meskipun memiliki kapasitas klinis yang relevan.

2. Kurangnya Pemahaman Tentang Kompetensi Farmasis

Tenaga kesehatan lain kadang belum memahami ruang lingkup kompetensi farmasis—misalnya dalam hal edukasi terapi, pemantauan efek samping, hingga pelaporan interaksi obat. Akibatnya, peran farmasis dibatasi hanya sebatas distribusi dan logistik.

3. Belum Adanya SOP Kolaboratif yang Resmi

Tanpa SOP yang jelas, kolaborasi berjalan tergantung inisiatif personal atau kondisi lapangan. Tidak ada alur kerja yang baku, sehingga peran farmasis bisa tidak konsisten dari satu fasilitas ke fasilitas lain.

4. Minimnya Waktu dan Beban Kerja Tinggi

Beban administrasi dan logistik yang tinggi sering menyita waktu farmasis, sehingga sulit terlibat aktif dalam diskusi tim, edukasi kelompok, atau konsultasi pasien. Kolaborasi pun akhirnya tidak berjalan karena waktu tidak tersedia.

5. Kurangnya Pelatihan Soft Skill dan Kerja Tim

Sebagian farmasis belum mendapatkan pelatihan komunikasi efektif, negosiasi antarprofesi, atau penyampaian pendapat dalam forum tim medis. Ini membuat interaksi jadi kaku atau terbatas.

Strategi Meningkatkan Kolaborasi yang Efektif

Untuk membangun kolaborasi yang kuat dan produktif, diperlukan pendekatan sistematis yang menyentuh budaya kerja, kebijakan organisasi, dan peningkatan kapasitas SDM.

1. Penyusunan SOP Tim Lintas Profesi

Dokumen ini penting untuk memastikan semua profesi, termasuk farmasis, punya peran yang jelas dalam pelayanan. Misalnya dalam program TB, farmasis ikut serta dalam monitoring efek samping OAT (obat anti tuberkulosis). Dalam program PTM, farmasis bertanggung jawab atas edukasi penggunaan obat hipertensi dan diabetes.

Baca Juga:   3 Keuntungan yang Bisa Didapatkan dari Menyewa Genset

2. Rapat Tim Rutin dengan Peran Farmasis Aktif

Fasilitas layanan primer perlu menjadwalkan rapat kasus atau rapat mutu di mana farmasis ikut terlibat aktif, bukan hanya sebagai pengamat. Ini membiasakan keterlibatan sejak tahap perencanaan hingga evaluasi.

3. Pelatihan Interprofesional Education (IPE)

IPE adalah pendekatan pelatihan lintas profesi yang memperkuat komunikasi, kerja sama, dan pemahaman kompetensi masing-masing. Program ini sudah banyak diterapkan di rumah sakit, dan perlu diterapkan juga di puskesmas dan klinik.

4. Pembagian Waktu dan Beban Kerja yang Adil

Farmasis perlu didukung dengan alokasi waktu khusus untuk kegiatan klinis atau kolaboratif, bukan hanya terfokus pada gudang dan pengadaan. Ini bisa diatur melalui manajemen SDM dan pembagian tugas yang proporsional.

5. Kampanye Internal untuk Mengangkat Peran Farmasis

Melalui leaflet internal, forum mini diskusi, atau bulletin internal, peran farmasis dapat diperkenalkan lebih luas di antara staf layanan primer. Tujuannya bukan untuk mengklaim dominasi, tetapi membangun saling pengertian dan kepercayaan profesional.

Peran PAFI Kabupaten Barito dalam Mendorong Kolaborasi Profesi

Organisasi seperti PAFI Kabupaten Barito aktif mendorong peran serta farmasis dalam tim layanan primer. Program-program yang telah dilakukan antara lain:

  • Pelatihan komunikasi interprofesional untuk farmasis puskesmas
  • Penyusunan SOP kolaboratif dengan Dinas Kesehatan
  • Forum diskusi rutin lintas profesi kesehatan tingkat kecamatan

Info lengkap kegiatannya bisa kamu akses di:
https://pafibarito.org/

Kesimpulan: Kolaborasi Bukan Pilihan, Tapi Kebutuhan

Kolaborasi farmasis di layanan primer adalah kunci untuk menciptakan sistem kesehatan yang terkoordinasi, efisien, dan berbasis pada kebutuhan pasien. Farmasis yang dilibatkan secara aktif dalam tim tidak hanya memperkuat mutu pelayanan, tapi juga membangun rasa saling percaya dan profesionalisme lintas sektor.

Karena pasien butuh tim yang kompak, bukan sekadar individu yang hebat sendiri-sendiri.

Leave a Comment

Related Post