Negara-Negara yang Memilih Raja Asing untuk Memimpin
Dalam sejarah, sistem monarki sering kali dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang kaku dan berdasarkan garis keturunan. Namun, beberapa negara justru memilih pendekatan yang tidak biasa dengan merekrut raja dari luar negeri. Keputusan ini bukanlah tindakan sembarangan, melainkan hasil dari pertimbangan politik yang cukup matang demi menjaga stabilitas dan persatuan bangsa.
Tidak hanya menjadi simbol, para raja yang datang dari luar negeri juga benar-benar memimpin pemerintahan. Fenomena ini menunjukkan bahwa sistem monarki bisa sangat fleksibel ketika dibutuhkan. Berikut adalah lima negara yang pernah melakukan hal ini:
1. Belgia
Setelah berpisah dari Belanda pada tahun 1830, Belgia menghadapi tantangan besar dalam membentuk pemerintahan yang stabil. Para pemimpin negara ini merasa perlu menunjuk sosok netral yang dapat menyatukan berbagai kelompok etnis dan agama.
Proses pencarian raja tidak mudah. Beberapa bangsawan lokal sempat dipertimbangkan, namun menolak. Belgia juga melirik Louis, Adipati Nemours, putra Raja Prancis, tetapi ia menolak. Akhirnya, pilihan jatuh pada Leopold dari Saxe-Coburg-Saalfeld, seorang pangeran asal Jerman yang memiliki jaringan keluarga luas di Eropa dan dianggap cukup netral.
Leopold menerima undangan resmi dan dilantik sebagai Raja Belgia pertama pada 21 Juli 1831, yang menandai lahirnya monarki konstitusional di negara tersebut.
2. Yunani
Setelah meraih kemerdekaan dari Kekaisaran Ottoman pada awal abad ke-19, Yunani menghadapi tantangan besar untuk membangun negara yang stabil. Situasi politik yang kacau serta kebutuhan akan pemimpin yang netral membuat para pemimpin Yunani mencari raja dari luar negeri.
Setelah melalui proses panjang dan berbagai pertimbangan, akhirnya pada tahun 1832, Otto dari Bavaria, seorang pangeran muda berusia 17 tahun, diundang secara resmi untuk menjadi raja pertama Yunani. Ia diterima dengan penuh harapan sebagai simbol persatuan dan masa depan baru bagi bangsa Yunani.
Meski awalnya memerintah secara otoriter, Otto akhirnya menerima tuntutan rakyat untuk membentuk monarki konstitusional pada tahun 1843. Namun, masa pemerintahannya penuh gejolak akibat campur tangan kekuatan asing dan ketidakpuasan internal, hingga akhirnya ia digulingkan pada tahun 1862.
3. Norwegia
Pemutusan hubungan dengan Swedia pada tahun 1905 membuat Norwegia dihadapkan pada keputusan penting terkait sistem pemerintahan. Rakyat Norwegia kemudian menggelar referendum yang menghasilkan keputusan untuk mempertahankan monarki.
Namun, karena tidak ada kandidat lokal yang dianggap cocok, mereka mengundang Pangeran Carl dari Denmark untuk menjadi raja. Pangeran Carl menerima tawaran tersebut dan naik takhta dengan gelar Raja Haakon VII, menandai kembalinya monarki independen di Norwegia setelah berabad-abad.
Raja Haakon VII dikenal sebagai sosok pemimpin yang sangat dihormati karena sikapnya yang rendah hati dan dedikasinya kepada rakyat. Selama pendudukan Nazi Jerman pada Perang Dunia II, ia menolak bekerja sama dengan rezim pendudukan dan memilih mengasingkan diri ke Inggris, menjadi simbol perlawanan rakyat Norwegia.
4. Rumania
Kemenangan Rumania dalam Perang Rusia-Turki (1877–1878) melawan Kekaisaran Ottoman membuka jalan bagi negara ini untuk meraih kemerdekaan dan menegaskan eksistensinya sebagai negara merdeka. Setelah kemerdekaan, Rumania mengundang seorang raja asing untuk memimpin negara yang baru berdiri ini.
Pada tahun 1866, Pangeran Karl dari Hohenzollern-Sigmaringen diangkat sebagai Domnitor (Penguasa) dan kemudian menjadi Raja Carol I pada saat Rumania naik status menjadi kerajaan pada 1881. Pilihan terhadap raja asing ini dianggap strategis karena Karl memiliki hubungan keluarga dengan berbagai dinasti Eropa, yang membantu memperkuat posisi Rumania di panggung internasional serta membawa stabilitas politik di tengah tantangan pembangunan negara baru.
5. Fakta Unik Liechtenstein
Meskipun tidak disebutkan secara detail dalam artikel ini, Liechtenstein adalah sebuah kerajaan kecil dengan sistem pemerintahan yang unik. Meskipun ukurannya kecil, negara ini memiliki struktur monarki yang kuat dan stabil, serta pengaruh yang signifikan di tingkat internasional.
Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam situasi genting, beberapa negara rela mengambil langkah tak biasa demi stabilitas. Merekrut raja asing dari negara lain memang terdengar aneh hari ini, tapi dulu dianggap sebagai solusi terbaik untuk menjaga persatuan dan kekuasaan tetap berjalan.
Leave a Comment