Pramono Akui Teknologi Pengolahan Sampah RDF Ketinggalan Zaman

Mufid

30/06/2025

3
Min Read

Daftar Isi

Pengolahan Sampah di Jakarta: Dari RDF ke PLTSa

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengakui bahwa sistem pengolahan sampah dengan menggunakan Refuse Derived Fuel (RDF) sudah mulai ketinggalan zaman. Hal ini disampaikan dalam konteks operasional RDF Plant Rorotan yang terus-menerus ditunda akibat kritik dari masyarakat setempat.

Pramono menjelaskan bahwa pemeriksaan instalasi dan pengujian (commissioning) akan dilakukan secara bertahap. “Perlu waktu kurang lebih satu bulan untuk menentukan kapasitas yang digunakan. Mulai dari 50 ton sampah, 100 ton, meningkat hingga 500, 1.000, 2.000, 2.500. 2.500 adalah puncak dari RDF Rorotan,” ujarnya saat berbicara di Balai Kota Jakarta.

Bila sudah beroperasi, Pramono menyebut, RDF Plant Rorotan bisa menjadi solusi penting dalam mengatasi masalah sampah di Jakarta. Jakarta sendiri menghasilkan sekitar 7.000 hingga 8.000 ton sampah per hari. “Kontribusinya sangat besar,” tambahnya.

Namun, Pramono juga mengakui bahwa sistem pengolahan sampah RDF sudah mulai ketinggalan karena perkembangan teknologi semakin pesat. Ia menilai, jika 5-10 tahun lagi insinerator menjadi hal yang biasa, maka masyarakat akan membutuhkan teknologi yang lebih canggih lagi. Selain itu, rencana pembuatan RDF Rorotan sudah diputuskan beberapa tahun lalu, sementara perkembangan teknologinya kini sangat pesat.

Sebagai informasi tambahan, RDF Plant Rorotan mampu mengolah 2.500 ton sampah menjadi bahan bakar alternatif setiap harinya. Bahan bakar ini umumnya digunakan oleh industri semen.

Pemprov DKI Siap Bangun PLTSa

Selain RDF, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung juga menegaskan kesiapannya untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai bagian dari rencana pengolahan sampah. Ia berencana membangun empat hingga lima PLTSa di Jakarta.

“Prinsipnya seperti arahan presiden apakah nanti PLTSa-nya lima atau empat, Jakarta siap untuk itu,” ujarnya di Balai Kota Jakarta.

Baca Juga:   Manfaat Kemangi untuk Kesehatan: Rahasia Daun Aromatik yang Menyehatkan

Listrik hasil pengolahan sampah ini akan disalurkan melalui PT PLN. Dengan skema ini, Pemprov DKI tidak perlu membayar tipping fee kepada pihak pengolah sampah. Masalah tipping fee ini juga menjadi alasan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memilih membangun RDF Plant Rorotan ketimbang ITF Sunter yang sudah digagas di era Gubernur Anies Baswedan.

“Listriknya nanti akan disalurkan melalui PLN, sehingga yang dulu menjadi persoalan selalu harus ada tipping fee, maka tipping fee sudah tidak diperlukan lagi,” jelasnya.

Pramono menjelaskan bahwa PLTSa yang akan dibangun Pemprov DKI ini mirip dengan yang ada di negara-negara maju seperti Singapura dan China. Teknologi ini juga telah sukses diterapkan di Hanoi, Vietnam.

“Dengan pengalaman yang ada di Singapura, di Hanoi, dan tentunya juga yang paling utama di China, pasti untuk PLTSa ini sekarang di Jakarta ataupun di Indonesia bisa dijalankan dengan baik,” tambahnya.

google.com, pub-5770746972578109, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Proyek pembangunan PLTSa ini dinilai akan menguntungkan Jakarta karena jumlah sampah yang dihasilkan mencapai 7.700 ton per hari. Dengan begitu, Jakarta tidak akan kekurangan bahan baku untuk menghasilkan energi listrik.

Keuntungan dari pengolahan sampah menjadi energi listrik ini akan dimanfaatkan Pemprov DKI Jakarta untuk mendanai pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall seperti yang diperintahkan Presiden Prabowo Subianto.

Leave a Comment

Related Post