Peran Farmasis dalam Imunisasi Nasional: Mendukung Keberhasilan Program Vaksinasi Indonesia

Mufid

15/05/2025

5
Min Read
Peran Farmasis dalam Imunisasi Nasional: Mendukung Keberhasilan Program Vaksinasi Indonesia

Pondokgue.comProgram imunisasi nasional merupakan salah satu upaya paling efektif dalam pencegahan penyakit menular di Indonesia.

Mulai dari vaksin bayi, vaksin lansia, hingga imunisasi massal dalam situasi pandemi, semuanya memerlukan dukungan lintas profesi.

Di balik kelancaran program ini, peran farmasis dalam imunisasi sering kali luput dari sorotan, padahal peran mereka sangat krusial dalam menjaga ketersediaan, keamanan, hingga edukasi vaksin kepada masyarakat.

Farmasis tidak hanya bertugas sebagai pengelola logistik, tetapi juga sebagai penjaga kualitas, pengawas rantai dingin, hingga komunikator yang memastikan masyarakat mendapatkan informasi vaksin yang benar dan terpercaya.

Mengapa Peran Farmasis dalam Imunisasi Penting?

Vaksin adalah produk biologis yang sangat sensitif terhadap suhu, cahaya, dan penyimpanan. Kesalahan sekecil apa pun dalam pengelolaan bisa menurunkan efektivitas atau bahkan membahayakan pasien.

Di sinilah farmasis hadir sebagai tenaga ahli yang memastikan semua proses berjalan sesuai standar.

Selain itu, farmasis juga punya peran dalam:

  • Mencegah kesalahan penyerahan vaksin
  • Mencatat distribusi dan penggunaan vaksin secara akurat
  • Memberi informasi terkait efek samping ringan dan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
  • Edukasi kepada masyarakat yang masih ragu terhadap vaksin

Peran Farmasis dalam Setiap Tahapan Program Imunisasi

Keterlibatan farmasis dalam program imunisasi tidak terjadi hanya pada satu titik, tetapi tersebar dalam seluruh alur pelaksanaan, mulai dari tahap awal perencanaan hingga evaluasi pasca penyuntikan.

Dengan pemahaman yang kuat tentang sediaan farmasi dan sistem manajemen logistik, farmasis memainkan peran penting dalam menjaga kualitas vaksin serta kelancaran distribusinya.

Berikut ini beberapa contoh nyata kontribusi farmasis di setiap tahap pelaksanaan imunisasi nasional.

1. Perencanaan dan Pengadaan

Farmasis terlibat dalam perencanaan kebutuhan vaksin di tingkat fasilitas layanan kesehatan. Mereka menilai stok, memprediksi kebutuhan sesuai target sasaran, dan memastikan vaksin yang dibeli atau dikirim sesuai spesifikasi.

2. Penerimaan dan Penyimpanan

Vaksin harus disimpan dalam cold chain (rantai dingin) dengan suhu tertentu. Farmasis bertanggung jawab memastikan suhu tetap stabil selama penyimpanan di lemari pendingin khusus dan mencatat fluktuasi suhu jika ada.

Baca Juga:   9 Cara Apresiasi Kinerja Karyawan sebagai Bentuk Reward Management

3. Distribusi dan Penyerahan ke Petugas Vaksinasi

Farmasis memastikan vaksin diserahkan dalam kondisi yang sesuai standar. Jika ada perubahan suhu, kerusakan kemasan, atau expired, vaksin tidak boleh digunakan dan segera ditindaklanjuti.

4. Monitoring Efek Samping dan Pelaporan KIPI

Farmasis ikut mencatat dan melaporkan kejadian pasca vaksinasi, baik reaksi ringan maupun yang perlu observasi lebih lanjut. Kolaborasi dengan tim medis sangat penting dalam hal ini.

5. Edukasi Masyarakat dan Penangkal Hoaks Vaksin

Sebagai tenaga kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien di apotek atau fasilitas layanan, farmasis dapat meluruskan miskonsepsi soal vaksin, menjelaskan efek samping ringan, dan mendorong partisipasi imunisasi.

Tantangan Pelibatan Farmasis dalam Imunisasi

Meskipun peran farmasis sangat strategis dalam mendukung keberhasilan program imunisasi nasional, kenyataannya keterlibatan mereka di banyak fasilitas pelayanan kesehatan masih minim.

Ada sejumlah tantangan struktural, teknis, dan budaya yang menyebabkan peran farmasis dalam imunisasi belum sepenuhnya dimaksimalkan.

1. Stigma Peran Tradisional Farmasis

Banyak tenaga kesehatan dan bahkan farmasis sendiri masih berpikir bahwa imunisasi adalah wilayah kerja dokter dan bidan. Akibatnya, farmasis hanya difokuskan pada pengadaan dan penyimpanan vaksin, tanpa dilibatkan dalam pengawasan, edukasi, atau pelaporan pasca vaksinasi.

2. Belum Adanya SOP yang Terstandar Secara Nasional

Di beberapa puskesmas dan fasilitas layanan, belum ada standar operasional prosedur (SOP) yang secara tegas memasukkan farmasis dalam tim imunisasi. Tanpa aturan tertulis, pelibatan farmasis menjadi bergantung pada kebijakan lokal atau inisiatif pribadi saja.

3. Keterbatasan Akses Pelatihan Teknis

Manajemen vaksin, cold chain system, dan pelaporan KIPI memerlukan keterampilan teknis khusus. Sayangnya, pelatihan seperti ini masih jarang menyasar farmasis, terutama di wilayah non-perkotaan. Akibatnya, mereka tidak memiliki kompetensi praktis untuk terlibat langsung dalam pelaksanaan imunisasi.

Baca Juga:   Mengapa Mahasiswa IPB Cepat Mendapatkan Pekerjaan?

4. Kurangnya Integrasi Sistem Informasi

Sistem pencatatan imunisasi sering kali terpisah dari sistem informasi farmasi. Farmasis sulit mengakses data real-time seperti sisa vaksin di lapangan, catatan pelaporan KIPI, atau jadwal distribusi vaksin berikutnya, sehingga koordinasi antardivisi menjadi tidak sinkron.

5. Kendala Komunikasi dan Kolaborasi Antarprofesi

Dalam beberapa kasus, komunikasi lintas profesi masih kurang efektif. Farmasis tidak dilibatkan dalam pertemuan tim imunisasi atau tidak diberi ruang untuk menyampaikan masukan terkait pengelolaan vaksin. Budaya kolaboratif yang seharusnya dibangun kadang terhambat oleh ego sektoral.

6. Minimnya Dukungan Manajerial

Pimpinan fasilitas atau kepala puskesmas belum selalu memahami potensi besar farmasis dalam program imunisasi. Dukungan dari manajemen sangat menentukan, baik dari sisi pemberian peran maupun dukungan pelatihan dan logistik.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, dibutuhkan upaya sistematis seperti penyusunan regulasi yang inklusif, peningkatan pelatihan teknis, serta penguatan sinergi antartenaga kesehatan.

Dengan peran farmasis yang diperkuat, kualitas program imunisasi nasional dapat meningkat secara signifikan—bukan hanya dari sisi distribusi vaksin, tapi juga dari sisi edukasi, keamanan, dan kepercayaan masyarakat.

Peran PAFI Bunaken dalam Penguatan Farmasis di Program Imunisasi

Organisasi seperti PAFI Bunaken mendorong keterlibatan aktif farmasis dalam program imunisasi nasional dengan kegiatan seperti:

  • Pelatihan cold chain management untuk farmasis puskesmas
  • Workshop penanganan dan pelaporan KIPI
  • Kampanye edukasi vaksin melalui media sosial dan apotek komunitas
  • Kolaborasi lintas profesi dalam penyusunan SOP imunisasi

Selengkapnya bisa kamu cek langsung di: https://pafibunaken.org/

Kesimpulan: Farmasis, Garda Dingin Keberhasilan Imunisasi

Peran farmasis dalam imunisasi bukan sekadar teknis, tapi menyentuh aspek klinis, edukatif, dan logistik. Dengan keterlibatan aktif farmasis, program imunisasi dapat berjalan lebih aman, efisien, dan dipercaya oleh masyarakat.

Kolaborasi lintas profesi adalah kunci, dan farmasis siap menjadi penggerak di balik layar yang menjaga kualitas vaksin dari gudang hingga lengan pasien.

Leave a Comment

Related Post